Seiring dengan perkembangan teknologi, perpustakaan tidak hanya bisa dikunjungi secara fisik dengan mengunjungi gedung perpustakaan yang kemudian meminjam buku secara manual, tapi kini dapat dijelajahi di dunia maya dengan mengunjungi perpustakaan secara online di internet. Begitu juga kita bisa baca buku tanpa harus membeli atau meminjam buku ke perpustakaan, cukup meng klik judul buku (e_book), dalam hitungan menit bisa diperoleh berbagai informasi di penjuru dunia

PRESS RELEASE

Melalui blog ini kami ingin berbagi informasi dan pengetahuan, dengan menyediakan e_book, artikel-artikel, daftar pustaka dari koleksi perpustakaan yang kami kelola. Perpustakaan ini juga menyediakan bahan bacaan untuk masyarakat sekitar dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kreativitas dan minat baca masyarakat. Melalui perpustakaan online ini kami juga berharap partisipasi anda dengan mengirimkan e_book, resensi buku, artikel karya sendiri atau saduran serta membantu pengadaan buku untuk melengkapi koleksi perpustakaan dengan mengikuti program AYO SUMBANG/TITIP BUKU

Selasa, 19 Oktober 2010

Dan Berkurbanlah!

3/12/2007 | 24 Zulqaedah 1428 H | Hits: 5.280
Oleh: Ulis Tofa, Lc


dakwatuna.com – Syariat berkurban merupakan warisan ibadah yang paling tua. Karena berkurban mulai diperintahkan saat Nabiyullah Adam ‘alaihis salam tidak menemukan cara yang tepat dalam menikahkan anak-anaknya yang kembar. Meskipun sudah diputuskan menikah secara silang. Sampai akhirnya Allah swt. mewahyukan agar kedua anak Adam, Habil dan Qabil melaksanakan kurban untuk membuktikan siapa yang diterima. Habil berkurban dengan ternaknya –unta- dan Qabil berkurban dengan tanamannya –gandum-.

Sampai disini Allah swt sebenarnya ingin menguji hamba-hamba-Nya, mana yang dengan suka-rela menerima perintahnya, dan mana yang menentangnya. Habil dengan ikhlas mempersembahkan kurbannya dan karenanya diterima. Sedangkan Qabil karena tidak tulus dalam menjalankan perintah berkurban, tidak diterima, sehingga dengan nekad juga ia membunuh saudaranya, inilah peristiwa pembunuhan pertama dalam sejarah umat manusia. Peristiwa ini Allah swt. rekam dalam surat Al-Maidah ayat 27-31.

Syariat berkurban dilanjutkan dengan Nabi-Nabi berikutnya.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34)

“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” QS. Al-Hajj : 34

Peristiwa berkurban paling fenomenal dibuktikan oleh Bapak Tauhid, Khalilullah, Ibrahim Alaihissalam. Ibrahim yang menanti seorang putra sejak lama itu diperintahkan Allah swt untuk menyembelih putra semata wayangnya, Isma’il alaihissalam. Ujian berat menyergapnya, antara melaksanakan perintah Allah swt atau membiarkan hidup putranya dengan tidak melaksanakan perintah Allah swt, toh putranya nanti akan melanjutkan perjuangan bapaknya. Alasan ini kelihatan begitu rasional. Bisa menjadi pembelaan diri dan pembenaran pilihan.

Namun, Ibrahim sudah teruji ketaatannya kepada Allah swt. sehingga tiada ragu ia akan melaksanakan perintah Allah swt. Perintah itu dikomunikasikan dengan putranya Isma’il. Betapa bangganya sang ayah yang mendengar ketegasan putranya, “Wahai Ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Engkau akan menemukan diriku termasuk orang yang penyabar.”

Rangkaian kisah hebat itu Allah swt rekam dalam Al-Qur’an,

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan kami panggillah dia: “Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian. (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” A(s-Shaffat:100-110)

Nikmat Allah

Syariat itu kembali diaktualisasikan oleh nabi akhir zaman, Nabiyullah Muhammad saw dan kita sebagai umatnya. Perintah itu digambarkan dalam surat pendek, surat Al-Kautsar: 1-3

“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Sebelum Allah swt memerintahkan berkurban, terlebih dulu Allah swt mengingatkan betapa nikmat pemberian Allah swt begitu banyak “Al Kaustar”, atau juga berarti telaga kautsar di surga.

Kalau kita mencoba merenung, nikmat Allah swt yang besar adalah nikmat diciptakanya kita sebagai manusia. Makhluk Allah swt yang paling mulya dan paling baik bentuknya, “ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At-Tiin:4)

Nikmat menjadi peran khalifatullah fil ardli, perwakilan Allah swt untuk memakmurkan bumi dan isinya. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al-Baqarah:30)

Nikmat anggota badan yang begitu menakjubkan dan luar biasa. Betapa sangat mahalnya kesehatan itu ketika satu mata dihargai ratusan juta. Makanya Allah swt kembali mengingatkan “Dan pada diri kalian, apakah kalian tidak memperhatikan?” (Adz-Dzariyat:21)

Dan yang paling besar anugerah Allah swt adalah nikmat Iman dan Islam. Ini digambarkan Allah sendiri,

”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Ma’idah:3)

Hakekat Berkurban

Setelah Allah swt menyebut nikmat-nikmat yang begitu banyak itu, Allah swt mengingatkan hamba-hamba-Nya agar mau melaksanakan perintah-perintah-Nya: perintah shalat lima waktu atau shalat Idul Adha dan berkurban sebagai bukti rasa syukur kepada-Nya.

Bahkan Rasulullah saw memerintahkan berkurban dengan bahasa yang tegas dan lugas bahkan disertai ancaman. Ancaman untuk tidak dekat-dekat dengan tempat shalat atau dengan istilah lain tidak diakui menjadi umat Muhammad.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Dari Abu Hurairah ra., nabi Muhammad saw bersabda, “Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri (mendekati) tempat shalat kami”. (Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

Berkurban tidak sekedar mengalirkan darah binatang ternak, tidak hanya memotong hewan kurban, namun lebih dari itu, berkurban berarti ketundukan total terhadap perintah-perintah Allah swt dan sikap menghindar dari hal-hal yang dilarang-Nya.

Allah swt ingin menguji hamba-hamba-Nya dengan suatu perintah, apakah ia dengan berbaik sangka kepada-Nya dan karenanya melaksanakan dengan baik tanpa ragug-ragu? Laksana Nabiyullah Ibrahim.

Berkurban adalah berarti wujud ketaatan dan peribadatan seseorang, dan karenanya seluruh sisi kehidupan seseorang bisa menjadi manifestasi sikap berkurban.

Atau seperti Qabil yang menuruti logika otaknya dan kemauan syahwatnya, sehingga dengan perintah berkurban itu, ia malah melanggar perintah Allah swt dengan membunuh saudara kembarnya sendiri? Ia berusaha mensiasati perintah Allah swt dengan kemauannya sendiri yang menurutnya baik. Namun di situlah letak permasalahannya: ia tidak percaya perintah Allah swt.?

Berkurban juga berarti upaya menyembelih hawa nafsu dan memotong kemauan syahwat yang selalu menyuruh kepada kemunkaran dan kejahatan.

Seandainya sikap ini dimiliki oleh umat Islam, subhanallah, umat Islam akan maju dalam segalanya. Betapa tidak, bagi yang berprofesi sebagai guru, ia berkurban dengan ilmunya. Pengusaha ia berkurban dengan bisnisnya yang fair dan halal. Advokat dan Penegak Hukum berkurban untuk kebenaran dan keadilan. Politisi ia berkurban demi kemaslahatan umum dan bukan kelompoknya. Pemimpin ia berkurban untuk kemajuan rakyat dan bangsanya dan begitu seterusnya.

Kita berani menyembelih kemauan pribadi yang bertentangan dengan kemauan kelompok, atau keinginan pribadi yang bertentangan dengan syariat. Bahkan kemauan kelompok namun bertentangan dengan perintah Allah swt.

Dengan semangat ini, bentuk-bentuk kejahatan akan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan di bumi pertiwi ini. Biidznillah.

Karena itu Allah swt menegaskan dalam firman-Nya,

”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Hajj:37)

Dan berkurbanlah. Kurban menjadi kebiasaan yang melegakan, bukan menjadi beban dan keterpaksaan. Karena memang kurban tidak sekedar memotong hewan, tapi lebih dari itu, ketundukan total terhadap perintah-perintah Allah swt. Allahu A’lam.

8 Ibadah di Bulan Dzulhijjah

16/12/2007 | 07 Zulhijjah 1428 H | Hits: 7.058
Oleh: Mochamad Bugi


Sekarang bulan Dzulhijjah. Jika bulan ini disebut, maka dalam pikiran kita spontan teringat pada dua hal: pertama, tiap minggu kondangan karena banyak yang menikah, dan kedua, nyate bareng sama tetangga sehabis motong kambing kurban. Padahal, bulan Dzulhijjah lebih dari itu. Secara khusus Rasulullah saw. menyebut keutamaan bulan ini, terutama untuk 10 hari pertama di awal bulan.

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwa Nabi saw. Bersabda, “Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari)

Dari Umar r.a., bahwa Nabi saw. Bersabda, “Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad)

Karena itu, jika kita ingin menjadi orang yang dicintai Allah swt., jangan sia-siakan kesempatan ini untuk taqarrub kepada Allah swt. dengan banyak-banyak melakukan ibadah. Setidaknya ada delapan ibadah yang bisa kita lakukan, yaitu:

1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ini adalah amal yang paling utama di bulan Dzulhijjah. Tidak ada haji selain di bulan Dzulhijjah. Ganjaran bagi orang yang melaksanakan ibadah ini sangat besar di sisi Allah swt. Kata Nabi saw., “Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah surga.”

2. Berpuasa selama 10 hari di hari-hari pertama bulan Dzulhijjah, atau pada sebagiannya, atau paling tidak sehari di hari Arafah. Puasa juga amalan utama. Allah swt. memilih puasa sebagai amalan hambaNya untuk diriNya sehingga Dia sendiri yang menentukan pahalanya. Hal ini termaktub dalam sebuah hadist Qudsi. “Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan, dan minumannya semata-mata karena Aku.”

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun”. (Hadits muttafaq ‘alaih)

Dari Abu Qatadah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”. (HR. Muslim)

3. Bertakbir dan berdzikir. Perbanyaklah takbir dan dzikir di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah sebagaimana yang diperintahkan Allah swt., “…. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan….” [QS. Al-Hajj (20): 28]. Begitulah para ahli tafsir menafsirkannya frase “pada hari-hari yang ditentukan” dengan “sepuluh hari dari bulan Dzul Hijjah”. Karena itu, para ulama menganjurkan kepada kita untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut. Apalagi ada hadits dari Ibnu Umar r.a. yang menguatkan. Bunyinya, “Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir, dan tahmid”. (HR. Ahmad)

Imam Bukhari menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya.

Diriwayatkan bahwa para tabiin pada hari-hari itu mengucapkan, “Allahu akbar, allahu akbar, laa ilaha ilallah, walllahu akbar, allahu akbar wa lillahil hamdu.” Artinya, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada ilah (sembahan) selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah.”

Dianjurkan mengeraskan suara saat bertakbir baik ketika di masjid, rumah, pasar, atau di jalan. Allah berfirman, “Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu …”. [QS. Al-Baqarah (2): 185]

Perbanyak taubat dan meninggalkan segala bentuk maksiat dan dosa. Maksiat adalah penyebab jauhnya hamba dari Allah swt. Sedangkan ketaatan adalah pintu mendapat cinta dan kasih sayang Allah swt. Dan Allah swt. lebih cinta kepada seorang hamba melebihi cinta sang hamba kepada Allah swt. Bahkan, Allah swt. cemburu jika hambanya berbuat maksiat. Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi swt. bersabda, “Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya.” (Hadits muttafaq ‘alaihi)

4. Perbanyaklah amal shalih. Bukan hanya amal-amal yang fardhu saja. Sebab, Allah swt. suka dan mencintai seorang hamba yang mendekatkan diri kepadanya dengan melakukan nawafil, amalan sunah. Kita bisa memperbanyak shalat sunnah, bersedekah, berjihad, membaca Al-Qur’an, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Kita sangat berharap semua amalan itu bisa mendatangkan banyak pahala. Tapi, kita lebih berharap lagi mendapat cintai dan ridha Allah swt.

5. Disyariatkan pula kita melakukan takbir muthlaq –yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied– dan takbir muqayyad –yaitu takbir yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama’ah. Bagi kita yanga sedang tidak berhaji, takbir dimulai dari sejak Zhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

6. Berkurban. Bisa kita lakukan pada Hari Raya Qurban dan Hari-hari Tasyriq. Ibadah ini adalah sunnah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Muhammad saw. mengukuhkannya menjadi syariat bagi kita. Sabda Nabi, “Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu”. (Hadits muttafaq ‘alaihi).

7. Dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku bagi orang yang hendak berkurban. Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Jika kamu melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” Dalam riwayat lain, “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban.”

Hal ini untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah, “Dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan.” [QS. Al-Baqarah (2): 196]. Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban.

8. Melaksanakan shalat Iedul Adha dan mendengarkan khutbahnya. Bahkan, anak-anak dan wanita-wanita yang sedang haidh pun diperintahkan Nabi saw. untuk hadir bersama jama’ah shalat ied di tanah lapang untuk mendengarkan khutbah.

Idul Adha dan Ibadah Kurban

19/11/2008 | 19 Zulqaedah 1429 H | Hits: 11.955


dakwatuna.com – Kata Idul Adha artinya kembali kepada semangat berkurban. Berbeda dengan Idul Fitri yang artinya kembali kepada fitrah. Bila Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadhan, di mana setiap hamba Allah selama Ramadhan benar-benar disucikan sehingga mencapai titik fitrah yang suci, tetapi dalam Idul Adha tidak demikian. Idul Adha lebih berupa kesadaran sejarah akan kehambaan yang dicapai nabi Ibrahim dan nabi Ismail alaihimus salam. Karenanya di hari tersebut ibadah yang paling utama adalah menyembelih kurban sebagai bantuan terhadap orang-orang miskin.

Dalam surah Ash Shaffat 100-111, Allah swt. menggambarkan kejujuran nabi Ibrahim dalam melaksanakan ibadah kurban. Indikatornya dua hal:

Pertama, al istijabah al fauriyah yakni kesigapannya dalam melaksanakan perintah Allah sampai pun harus menyembelih putra kesayangannya.

Ini nampak ketika nabi Ibrahim langsung menemui putranya Ismail begitu mendapatkan perintah untuk menyembelihnya. Di saat yang sama ia langsung menawarkan perintah tersebut kepadanya. Allah berfirman:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”

Dan ternyata al istijabah al fauriyah ini nampak juga pada diri Ismail ketika menjawab:

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Kedua, shidqul istislam yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah.

Allah berfirman: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).”

Inilah pemandangan yang sangat menegangkan. Bayangkan seorang ayah dengan jujur sedang siap-siap melakukan penyembelihan. Tanpa sedikitpun ragu. Kata aslamaa yang artinya keduanya berserah diri menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak, melainkan kedua belah pihak baik dari Ibrahim maupun Ismail. Di sanalah hakikat kehambaan benar-benar nampak. Bahwa sang hamba tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada Tuhannya. Suatu teladan kehambaan yang harus ditiru setiap orang beriman yang berjuang menuju derajat kehambaan. Karenanya pada ayat 100 seteleh itu, Allah menegaskan bahwa keduanya benar-benar hamba-Nya, Allah berfirman: “Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”

Dari sini nampak bahwa untuk mencapai derajat kehambaan sejati, tidak ada lain kecuali dengan membuktikan al istijabah al fauriyyah dan shidqul istislam. Nabi Ibrahim dan nabi Ismail telah membuktikan kedua hal tersebut. Allah swt. yang Maha Mengetahui telah merekamnya. Bila Allah yang mendeklarasikannya maka itu persaksian yang paling akurat. Tidak perlu diperbincangkan lagi. Bahkan Allah swt. mengabadikannya dengan menjadikan hari raya Idul Adha. Supaya semua hamba Allah setiap tahun selalu bercermin kepada nabi Ibrahim dan nabi Ismail.

Dengan demikian, esensi Idul Adha bukan semata ritual penyembelihan kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat kehambaan nabi Ibrahim dan nabi Islamil dalam kehidupan sehari-hari.

Yang perlu dikritisi dalam hal ini, adalah bahwa banyak orang Islam masih mengambil sisi ritualnya saja, sementara esensi kehambaanya dilupakan. Sehingga setiap tahun umat Islam merayakan Idul Adha, tetapi prilaku kesehariannya menginjak-injak ajaran Allah swt. Apa-apa yang Allah haramkan dengan mudah dilanggar. Dan apa-apa yang Allah perintahkan diabaikan. Bukankah Allah berfirman udkhuluu fissilmi kaafaah? Tapi di manakah makna kaffah itu dalam dataran kehidupan umat Islam? Karena itu, setiap kita memasuki hari raya Idul Adha, yang pertama kali harus kita gelar adalah semangat kehambaan yang kaffah kepada Allah. Bukan kehambaan sepenggal-sepenggal, atau kehambaan musiman.

Berapa banyak orang Islam yang rajin mentaati Allah di bulan Ramadhan saja, sementara di luar Ramadhan tidak demikian.

Berapa banyak orang Islam yang rajin ke masjid selama di Makkah saja, sementara setelah kembali ke negerinya, mereka kembali berani berbuat dosa tanpa merasa takut sedikitpun. Wallahu a’lam bishshawab.

Selasa, 05 Oktober 2010

Cuaca Ekstrim

Ditulis oleh kadarsah di/pada April 9, 2008

Cuaca: merupakan keadaan atau fenomena fisik atmosfer di suatu tempat,pada waktu tertentu dan berskala jangka pendek.

Sehingga cuaca ekstrim merupakan keadaan atau fenomena fisik atmosfer di suatu tempat,pada waktu tertentu dan berskala jangka pendek dan bersifat ekstrim.

Beberapa peristiwa yang termasuk cuaca ekstrim:

• Angin ribut/angin puyuh/puting beliung dan dikatakan termasuk cuaca ekstrim jika memiliki kecepatan > 34 knot.

• Hujan lebat yang memiliki curah hujan dalam 1 hari > 50 mm.

• Tinggi gelombang laut yang mencapai > 2 m

• Badai tropis yang terjadi didaerah trofis dan menimbulkan kerusakan.

• Tornado

• Badai: Gangguan pada atmosfer suatu planet dan mempengaruhi permukaan serta menunjukkan cuaca buruk. Badai terjadi ketika pusat tekanan rendah terbentuk yang dikelilingi oleh suatu sistem bertekanan tinggi. Gaya yang terjadi memiliki sifat berlawanan dan dapat menciptakan angin serta membentuk awan badai. Badai memiliki kategori ( berdasarkan peristiwa dominan yang menyertainya):

1. Badai angin:Badai yang disertai oleh angin kencang.

2. Badai petir : Badai yang disertai oleh petir dan kilat

3. Badai es: Badai yang disertai oleh es.

4. Badai Salju : Badai yang disertai oleh salju.

5. Badai pasir : Badai yang disertai oleh pasir.

• Angin Monsun: Angin monsun yang terjadi dan menyebabkan curah hujan yang sangat lebat. Hal ini menyebabkan salah satu daerah di India, perbukitan Cherrapunji menjadi daerah terbasah di dunia dengan curah hujan 12-25 m/tahun.

• Kekeringan: suatu kondisi dimana diamana terjadi kesenjangan antara ketersediaan air dan air yang dibutuhkan.

Cuaca Ekstrim 2010

Musim di Indonesia saat ini sedang tidak menentu. Data dari BMKG menunjukkan bahwa saat ini kita tengah dilanda La Nina dan pada bulan Agustus 2010 ini sedang terjadi pula pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan.

Dikatakan lebih lanjut bahwa cuaca di tahun ini adalah yang teresktrim sejak 1998, bahkan lebih aneh dan lebih ekstrim dari tahun 1998. Suhu muka air laut meningkat mempercepat terjadinya penguapan yang membentuk awan hujan. Sehingga hujan terus menerus terjadi di berbagai daerah.

Cuaca ekstrim bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan di seluruh dunia. Seperti yang kita lihat di Pakistan, banjir besar yang disebabkan curah hujan yang sangat tinggi telah mengakibatkan jutaan orang mengungsi dan tercatat 1.600 jiwa menjadi korbannya. Sementara di Rusia, gelombang panas yang melebihi batas normal dengan suhu 38 derajat celcius telah menewaskan 700 orang per hari. Mereka mengatakan bahwa gelombang panas ini adalah yang terburuk selama 1.000 tahun terakhir.

Apa yang terjadi dengan bumi kita? Sudah saatnya kita peduli pada lingkungan agar alam pun bersahabat.

Cuaca Ekstrim, Waspadai Petir dan Angin Kencang

Cuaca Ekstrim, Waspadai Petir dan Angin Kencang

(inilah.com)

INILAH.COM, Jakarta – Jakarta akan diterjang cuaca ekstrim hingga dua hari mendatang. Masyarakat juga perlu waspada dengan potensi petir dan angin kencang.

Prakirawan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Taufik Hidayah mengatakan sampai dua hari ke depan masih akan terjadi cuaca ekstrim yang berhubungan dengan pancaroba.

“Dua hari ke depan masih akan terjadi cuaca ekstrim. Biasanya kalau memasuki musim pancaroba seperti ini, itu hal yang wajar saja,” katanya di Jakarta Kamis (8/6).

Jika saat ini panas, namun tiba-tiba hujan juga merupakan hal yang normal. Taufik mengatakan terjadi konversi panas jadi awan, berkumpul dan kemudian menjadi hujan.

Pancaroba juga membuat sulit memprediksi cuaca, karena faktor lokalnya sangat kuat. “Sebagian besar di daerah-daerah memang sangat kuat lokalnya, seperti di Jakarta beda antara Jaksel dengan Jakut, jadi agak sulit diprediksi karena faktor lokalnya sangat kuat sekali,” tuturnya.

Untuk Jakarta sendiri hari ini akan terjadi hujan namun tidak merata. Hujan akan dimulai dari Jakarta Selatan ke Jakarta Barat dan ke wilayah lain.

"Untuk siang dan sore hujan bisa terjadi di wialyah selatan, barat, timur dan pusat. Untuk Jakarta Utara masih ada potensi hujan untuk nanti malam dan dini hari namun ringan,” katanya.

Taufik juga mengingatkan untuk mewaspadai petir dan angin kencang.

“Diwaspadai saja potensi petir, kilat dan angin kencang masih ada namun durasinya singkat, hujan lebat juga masih ada namun durasinya singkat antara 1-2 jam saja,” ujarnya.[ito]

Cuaca Ekstrim Akan Bertahan Sepanjang Pekan

Cuaca Ekstrim Akan Bertahan Sepanjang Pekan
Sabtu, 25 September 2010 | 20:56 WIB

TEMPO/Aditya Herlambang Putra

TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyatakan cuaca ekstrim masih akan bertahan sepanjang pekan ini. "Hujan deras akan terus turun di sore hari, terutama di akhir pekan ini," kata Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Edvin Aldrian kepada Tempo, hari ini.

Daerah yang akan terkena cuaca ekstrim ini melingkupi seluruh Jawa, Sumatera bagian Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, serta Sorong, Timika, dan Biak di wilayah Papua. Cuaca ekstrim ini terjadi karena siklus basah dan kering yang terlalu cepat akibat La Nina dan pemanasan global. "Sekarang sudah masuk periode basah yang membawa kumpulan awan, tapi suhu muka laut tinggi," ujarnya.

Suhu muka laut yang tinggi ini bahkan disebut Edvin sebagai anomali. "Suhunya 1 derajat Celcius di atas normal." Kejadian anomali ini lebih banyak di Indonesia bagian Timur, yaitu di Selat Makassar, Laut Banda, dan Laut Arafura. "Normalnya 26-27 derajat Celcius, sekarang 30 derajat Celcius," kata dia.


Bukan hanya di laut Indonesia bagian Timur, anomali juga terjadi di laut bagian Selatan Sumatera dan laut bagian Selatan Jawa. Suhu laut di wilayah ini juga mencapai 30 derajat Celcius, di atas suhu normal sebesar 28-29 derajat Celcius. Cuaca ekstrim ini, kata Edvin, menyebabkan gelombang laut tinggi hingga di atas tiga meter. Cuaca ekstrim akan merata di seluruh wilayah Indonesia. "Cuma Selat Karimata dan Laut Cina Selatan yang relatif aman,"katanya.

PUTI NOVIYANDA

Cuaca Ekstrim Dipengaruhi Ketinggian Pembentukan Awan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Cuaca ekstrim yang menghampiri Indonesia saat ini ditandai dengan hujan terus menerus salah satunya disebabkan ekspansi vertikal ruang pembentukan awan di lapisan troposfer Indonesia.

''Tinggi ruang bertambah empat kilometer,'' jelas Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Sri Woro Budiati Harijono, usai Rapat Koordinasi Antisipasi terhadap Iklim dan Cuaca Ekstrim di Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat di Jakarta, Senin (4/10).

Ruang pembentukan awan tersebut sebelumnya setinggi 13 kilometer. Dan saat ini ruang tersebut bertambah tinggi menjadi 17 kilometer. Di ruang tersebut terjadi pembentukan awan.''Pembentukan awan di ruang tersebut mendorong curah hujan yang tinggi,'' tutur dia.

Sementara di sisi lain temperatur laut juga mengalami peningkatan. Panas laut tersebut mendorong pembentukan awan di lapisan troposfer yang menyebabkan curah hujan semakin tinggi.''Saat ini temperatur laut naik 0,5-1 derajat celcius,'' kata Sri Woro. Namun kenaikan temperatur ini belum tergolong ekstrim karena penyimpangan suhu masih di bawah tiga derajat celsius.

Dalam kondisi seperti ini, tambah Sri Woro seluruh wilayah Indonesia akan terdampak. ''Yang paling berdampak terutama yang banyak pegunungannya karena membantu pembentukan mata air,'' tutur dia. Sedangkan curah hujan yang tinggi juga disebabkan La Nina. Dampak La Nina paling awal dialami wilayah Sumatra dan yang paling belakang kawasan timur.

Senin, 04 Oktober 2010

Makna Silaturahim

Makna Silaturahim
Kamis, 09/09/2010 11:05 WIB
oleh Aa Gym

Rasulullah SAW mengatakan dalam H.R Bukhari dan Muslim bahwa “barang siapa yang ingin rizkinya diluaskan dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menghubungkan tali silaturahim.”

Istilah silaturahim di tengah-tengah masyarakat kita sering diartikan sebagai kegiatan kunjung-mengunjungi, saling bertegur sapa, saling menolong, dan saling berbuat kebaikan. Namun, sesungguhnya bukan itu makna silaturahim sesungguhnya. Silaturahim bukan hanya ditandai dengan saling berbalasan salam tangan atau memohon maaf belaka. Bila mencermati dari asal katanya, yakni shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang, maka silaturahim diartikan sebagai menghubungkan kasih sayang antar sesama. Silaturahim juga bermakna menghubungkan mereka yang sebelumnya terputus hubungan atau interaksi, dan memberi kepada orang yang tidak memberi kepada kita. Contohnya adalah ketika ada salah satu pihak yang lebih dulu menyapa saudaranya, sementara sebelumnya interaksi di antara keduanya sedang tidak harmonis, maka dialah yang mendapat pahala lebih besar. Dan juga silaturahim ditandai dengan hubungan dengan hati, yakni keluasan hati. Sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Saw, bahwa beliau bersabda, "Yang disebut bersilaturahim itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus" (HR Bukhari).

Demikian, silaturahmi pun memiliki fadhilah yang mustajab untuk mendatangkan kebaikan; bahkan keburukan, bila memutuskannya. Sebagaimana disabdakan oleh Rasul saw: "Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? 'Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan,' sabda Rasulullah SAW, 'adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR Ibnu Majah).

Rasulullah Saw juga pernah bersabda bahwa “tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahim.” Sudah ada balasan dari Allah bagi orang yang bersilaturahim yaitu surge, dan sebaliknya bagi orang yang memutuskan tali silaturahim yaitu neraka. Begitu besarnya balasan Allah sehingga begitu besar juga cobaan yang akan dihadapi. Dalam cobaan tersebut, hendaknya tidak mendahulukan hawa nafsu dan dendam, sehingga akan hilang balasan surga dari Allah.

Rasulullah SAW memberikan tips kepada kita agar terjalin saling mencintai dengan sesama muslim, yakni:

1. Tebarkan salam
2. Menghubungkan tali silaturahim
3. Memberi makan kepada yang membutuhkan.

Betapa pentingnya silaturahim dalam hubungan sesame, Rasulullah saw berpesan “sayangilah apa yang ada di muka bumi, niscaya Allah dan semesta alam akan menyayangimu” (H.R Tirmidzi), yang dapat diartikan bahwa hak saling berkasih sayang dan silaturahim tidak terbatas pada kerabat, tetapi sesama makhluk ciptaan Allah SWT.

Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa silaturahmi tidak hanya tampilan lahiriah belaka, namun harus melibatkan pula aspek hati. Dengan kombinasi amalan lahiriah dan amalan hatinya, kita akan mempunyai kekuatan untuk bisa berbuat silaturahmi lebih baik. Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang kuat. Namun, bila ada orang yang tidak pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita mengunjunginya, maka inilah yang disebut silaturahmi. Apalagi bila kita bersilaturahmi kepada orang yang membenci kita atau seseorang yang sangat menghindari pertemuan dengan kita, lalu kita mengupayakan diri untuk bertemu dengannya. Inilah silaturahmi yang sebenarnya.

Dalam sebuah hadis diungkapkan, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasul pada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR Bukhari Muslim).

Silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturahim, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Semoga kita bisa meraih surga Nya dengan membina silaturahim antar sesama.

Keutamaan Silaturahmi dan Ancaman Meninggalkannya

Oleh : PPMI-Riyadh Org.


Manusia adalah mahluk sosial; yang selalu membutuhkan perhatian, teman dan kasih sayang dari sesamanya. Setiap diri terikat dengan berbagai bentuk ikatan dan hubungan, diantaranya hubungan emosional, sosial, ekonomi dan hubungan kemanusiaan lainnya. Maka demi mencapai kebutuhan tersebut adalah fitrah untuk selalu berusaha berbuat baik terhadap sesamanya. Islam sangat memahami hal tersebut, oleh sebab itu silaturahmi harus dilaksanakan dengan baik.

Sesungguhnya silaturahmi merupakan amal shalih yang penuh berkah, dan memberikan kepada pelakunya kebaikan di dunia dan akhirat, menjadikannya diberkahi di manapun ia berada, Allah swt memberikan berkah kepadanya di setiap kondisi dan perbuatannya, baik yang segera maupun yang tertunda. Keutamaannya sangat banyak, profitnya melimpah, buahnya matang, pohon-pohonnya baik yang memberikan makanannya di setiap waktu dengan izin Rabb-nya

Kaum muslimin hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya. Sehingga perlu meluangkan waktu untuk melaksanakan amal shalih ini.

Demikian banyak dan mudahnya alat transportasi dan komunikasi, seharusnya menambah semangat kaum muslimin bersilaturahmi. Bukankah silaturahmi merupakan satu kebutuhan yang dituntut fitrah manusia?

Sesungguhnya sempurnalah dengannya keakraban, tersebar kasih sayang dengan perantaraannya, dan merata rasa cinta. Ia adalah bukti kemuliaan, tanda muru`ah, mengusahakan bagi seseorang kemuliaan, pengaruh, dan wibawa. Karena alasan itulah berlomba-lomba padanya orang-orang mulia yang berakal, maka mereka menyambung (tali silaturrahim) kepada orang yang memutuskan dan memberi kepada orang yang tidak mau memberi, serta bersifat santun kepada yang bodoh. Tidaklah nampak muru`ah kecuali ada padanya tali kekeluargaan yang disambung kembali, kebaikan yang diberikan, kesalahan yang dimaafkan, dan uzur yang diterima.

Silaturahim termasuk akhlak yang mulia. Dianjurkan dan diseru oleh Islam. Diperingatkan untuk tidak memutuskannya. Allah Ta’ala telah menyeru hambanya berkaitan dengan menyambung tali silaturahmi dalam sembilan belas ayat di kitab-Nya yang mulia. Allah Ta’ala memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, diantara firmanNya : “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS Muhammad :22-23).

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An Nisaa’:1).



Silaturahmi merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya, apa bila kita melaksanakan perintah tersebut disamping kita mendapatkan pahala juga akan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang sangat banyak sekali, diantara keutamaan tersebut adalah :

1. Silaturahmi merupakan sebagian dari konsekuensi iman dan tanda-tandanya

Dari Abu Hurairah ra oa berkata, Rasulullah saw bersabda : "Barang siapa yang beriman kepada Allah I dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah I dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi". (HR Bukhori dan Muslim)

2. Silaturahmi adalah penyebab bertambah umur dan luas rizqi

Dari Abu Hurairah t ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi" (HR Bukhori dan Muslim)

3. Silaturahmi menyebabkan adanya hubungan Allah swt bagi orang yang menyambungnya

"Sesungguhnya Allah swt menciptakan makhluk, hingga apabila Dia swt selesai dari (menciptakan) mereka, rahim berdiri seraya berkata: ini adalah kedudukan orang yang berlindung dengan-Mu dari memutuskan.' Dia swt berfirman: 'Benar, apakah engkau ridha bahwa Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang yang memutuskan engkau? Ia menjawab, 'Bahkan.' Dia I berfirman, 'Itulah untukmu.'

4. Akan selalu berhubungan dengan Allah swt.

Dari Aisyah ra berkata, Rosulullah saw bersabda, "Silaturahmi itu tergantung di `Arsy (Singgasana Allah) seraya berkata: "Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya" (HR. Bukhari dan Muslim).

5. Silaturahmi merupakan salah satu penyebab utama masuk surga dan jauh dari neraka

Dari Abu Ayyub al-Anshari ra, sesungguhnya seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku amalan yang memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka. Maka Nabi saw bersabda : "Engkau menyembah Allah swt dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi" (HR Bukhari dan Muslim)

6. Silaturahmi merupakan ketaatan kepada Allah swt dan ibadah besar, serta petunjuk takutnya hamba kepada Rabb-Nya, sehingga ia menyambung tali silaturahmi tatkala Allah swt menyuruh untuk disambung

Firman Allah swt : "Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk" (QS. Ar-Ra'd :21)

7. Silaturahim merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah swt.

Dari seorang laki-laki dari Khos’amm berkata : saya mendatangi Rasulullah sawsedangkan beliau sedang bersama salah seorang sahabatnya, aku berkata : kamu mengaku bahwa engkau adalah Rasulullah? Rasulullah saw menjawab : “iya”, aku bertanya : amalan apa yang paling dicintai Allah swt. Beliau menjawab ; “Beriman kepada Allah swt ”, aku bertnya lagi, kemudian apa lagi ? beliau menjawab : “kemudian menyambung silaturahmi”. (HR Abu Ya’la dengan sanan Jayyid)

8. Sesungguhnya ganjaran silaturahmi lebih besar dari pada memerdekakan budak

dari Ummul mukminin Maimunah binti al-Harits radhiyallahu 'anha, bahwasanya dia memerdekakan budak yang dimilikinya dan tidak memberi kabar kepada Nabi saw sebelumnya, maka tatkala pada hari yang menjadi gilirannya, ia berkata: Apakah engkau merasa wahai Rasulullah bahwa sesungguhnya aku telah memerdekakan budak (perempuan) milikku? Beliau bertanya: "Apakah sudah engkau lakukan?" Dia menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Adapun jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu niscaya lebih besar pahalanya untukmu." (HR Bukhori dan Muslim)

9. Di antara besarnya ganjaran silaturahmi, sesungguhnya sedekah terhadap keluarga sendiri tidak seperti sedekah terhadap orang lain

Dari Salman bin 'Amir ra, dari Nabi saw beliau bersabda: "Sedekah terhadap orang miskin adalah sedekah dan terhadap keluarga sendiri mendapat dua pahala: sedekah dan silaturahmi." (HR Tirmidzi)

demikian pula dengan hadits Zainab ats-Tsaqafiyah, istri Abdullah bin Mas'ud ra, ketika ia pergi dan bertanya kepada Nabi saw: Apakah boleh dia bersedekah kepada suaminya dan anak-anak yatim yang ada dalam asuhannya? Maka Nabi saw bersabda: "Untuknya dua pahala, pahala kekeluargaan dan pahala sedekah." (HR Bukhari dan Muslim)



Dan sebaliknya apabila meninggalkan silaturahmi maka akan mendapatkan ancaman dan akibat yang diperoleh. Diantara ancaman memutuskan silaturahmi adalah :

1. Tidak akan diterima amalnya

Dari Abu Hurairah ra berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda “ “sesungguhnya perbuatan anak cucu adam diperlihatkan pada setiap kamis malam jumat, maka tidak akan diterima amalnya orang yang memutus tali silaturahmi”. (HR Ahmad)

2. Akan terputus hubungannya dengan Allah swt.

Rosulullah saw bersabda, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya" HR. Bukhari, dan Muslim.

3. Tidak termasuk golongan yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat. Karenasalah satu tanda keimanan seseorang adalah senantiasa meghubungkan silaturahmi.

4. Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam neraka jahanam.

Allah swt berfirman : “ orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam) (QS Ar’Rad : 25)

“ Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.”(QS Muhammad 22-23)

5. Tidak masuk surga

Dari Jubair bin Mut?im ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda, " Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan.". Sufyan berkata : “yaitu yang memutus hubungan tali silaturahmi” (HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah beberapa keutamaan bagi orang yang melakukan silaturahmi dan ancaman bagi orang yang meninggalkannya.



Referensi:

1. Shilatu ar-rahmi fadhluha walhatstsu ‘alaiha karya Syaikh Khalid bin Husain bin Abdurrahman

2. Shilatu al-arham wattahdzir min qati’atiha fatawa hukmu mawaidh oleh al-qism al-ilm bimadar al-wathan

Silaturahim (Bagian 1)

Silaturahim (Bagian 1)
Baitul Muslim, Hadits, Tazkiyatun Nufus
20/6/2007 | 05 Jumadil Akhir 1428 H | Hits: 7.789
Oleh: Tim dakwatuna.com

Kata tersebut sudah menjadi bahasa Indonesia. Penulisan alih kata (translatter) yang tepat untuk� “shilatur� rahim”� adalah� silaturahim, sesuai dengan pengertian bahasa dan etimologi yang akan kita bahas dalam tulisan ini.

Penulisan alih kata yang kurang tepat, dan sering kita temukan di media cetak untuk “shilatur rahim” adalah dengan “silaturahmi” karena tidak sesuai dengan pengertian etimologi dan terminologi.

Secara etimologi, silaturahim adalah ungkapan gabungan antara mudhaf (yang disandarkan), yakni ‘Shilah’ dan mudhaf ilaihi (tempat penyandaran mudhaf), yakni ‘Rahim’. Shilah merupakan mashdar dari washala, artinya menggabungkan sesuatu kepada sesuatu saat ada kaitan dengannya, lawan kata dari hijran (meninggalkan). Sedangkan ar-rahimu pecahan kata rahima.

Sedangkan secara terminologi, Imam Nawawi memberi batasan, “Shilatur rahim artinya berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi yang menyambung maupun yang disambung. Kadang kala dengan harta benda, pelayanan, kunjungan, salam, dan lain-lain.”

Ibnu Manzhur menjelaskan adanya kaitan antara kedua pengertian etimologi dan terminologi. Ia katakan, “Shilatur rahim merupakan kiasan tentang berbuat baik kepada kerabat yang ada hubungan nasab maupun perkawinan, bersikap sayang dan santun kepada mereka, memperhatikan kondisi mereka, meskipun mereka jauh atau menyakiti. Qath’ur rahim adalah lawan katanya. Seolah-olah dengan berbuat baik kepada mereka hubungan kekerabatan, perkawinan, dan hubungan sah telah terjalin.”

Mengenai batasan rahim yang wajib disambung, Nawawi berkata, “Para ulama berbeda pendapat tentang batasan rahim yang wajib disambung. Ada yang berpendapat, setiap rahim itu muhrim. Di mana jika salah satunya perempuan dan yang lain laki-laki, tidak boleh menikah. Ada lagi yang berpendapat, ia bersifat umum mencakup semua yang ada hubungan rahim dalam hak waris. Antara yang muhrim dan tidak, sama saja. Inilah pendapat yang benar sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya kebaikan yang paling baik adalah jika seseorang menyambung kerabat cinta ayahnya.”

Berikut ini ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi perintah bagi kaum mukminin untuk melaksanakan silaturahim.

1. “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (Al-Baqarah: 83)

2. “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 177)

3. “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 215)

4. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa’: 36)

5. “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Anfal: 74-75)

6. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)

7. “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nur: 22)

8. “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.” (Rum: 38)

9. “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” (Al-Ahzab: 6)

10. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa’: 1)

11. “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (Ar-Ra’du: 19-21)

Selasa, 21 September 2010

Manajemen Emosi Wanita (Bagian ke-2)

Manajemen Emosi Wanita (Bagian ke-2)
Baitul Muslim, Mar'ah Muslimah
27/10/2009 | 08 Zulqaedah 1430 H | Hits: 7.128
Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo


Muslimah (photobucket.com)dakwatuna.com – Dalam manajemen emosi wanita untuk memperlakukan gelas-gelas kristal ini secara hati-hati dan lembut – agar tetap terawat dalam keindahannya dan dapat menikmati kebersamaan dengannya dengan kondisi tetap utuh bening berkilau – maka Islam menganjurkan suami berlemah lembut kepada istri (An-Nisa:19). Menurut Syeikh Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar, ayat ini berarti, “wajib bagi kalian kaum mukmin untuk mempergauli istri-istri kalian dengan baik, yaitu menemani hidup dan mempergauli mereka dengan ma’ruf yang lazim dan berkenan di hati mereka serta tidak melanggar aturan syariat, tradisi dan kesopanan. Karena itu, mempersempit jatah nafkah, menyakiti fisik dan perasaan pasangan dengan perbuatan dan perkataan, sikap dingin dan masam, semua itu tidak termasuk pergaulan yang ma’ruf.”

Dalam konteks perlakuan baik terhadap istri dan keluarga, Rasulullah saw pernah memantang para suami dengan sabdanya: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya (keluarganya) dan aku adalah sebaik-baik orang terhadap istriku (keluargaku).” (HR. Ibnu Majah).

Pada dasarnya, rumah tangga itu ditegakkan atas dasar mawaddah (kasih asmara), yakni hubb (cinta kasih). Cinta yang tulus akan memotivasi sikap kooperatif, kompromistis, dan apresiatif yang saling mementingkan pasangannya, sehingga masing-masing akan memberikan hak pasangannya melebihi kewajibannya, dan tidak hanya menuntut haknya sendiri. Namun untuk itu, suami-istri harus bersabar atas kelemahan dan kekurangan bahkan kesalahan masing-masing pasangannya. Dalam Tafsir Al-Manar menjelaskan maksud ayat dari surat An-Nisa:19 adalah bahwa, “kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, karena suatu cacat pada fisik atau wataknya yang tidak termasuk kategori dosa karena urusan itu di luar kekuasaannya, atau kurang sempurna dalam melaksanakan kewajibannya dalam mengatur dan mengurusi rumah tangga, karena tidak ada orang yang sempurna, atau ada kecenderungan dalam hatimu pada selain pasanganmu, maka bersabarlah dan jangan gegabah menjatuhkan keputusan dan vonis pada mereka dan jangan tergesa menceraikan mereka, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Manajemen emosi dengan baik dalam arti bersabar atas tabiat dan keadaan kodratinya bahkan perilaku pasangan dengan tetap mentarbiyah dengan ihsan dalam dinamika keluarga akan membuahkan sikap cinta yang tulus, murni dan tanpa dibuat-buat. Senyuman, belaian dan perlakuan kasih yang diberikan adalah tulus ibarat merekahnya bunga alami dan bukan seperti senyuman basa-basi bagaikan merekahnya bunga imitatif atau bunga plastik. Sesuatu kebajikan dan sikap baik harus tumbuh dari kesadaran nurani yang ikhlas bila ingin mendapatkan timbal balik yang tulus. Kebaikan dan kebahagiaan pasangan tidak dapat dijamin hanya dengan nafkah lahir materi, namun justru perlakuan dan sikap sehari-hari yang simpatik adalah yang lebih efektif dalam menggaet hati pasangan dan akan memaklumi segala kekurangan fisik dan materi yang ada. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memuaskan orang hanya dengan harta kalian, namun kalian akan dapat memuaskan orang dengan tatapan simpatik dan akhlaq yang baik.”

Keahlian manajemen emosi ini kita dapat melihat pada perilaku dan pola hubungan suami istri pada zaman Rasulullah saw. Kita melihat bagaimana Aisyah ra., ketika sedang emosi dan merasa jengkel terhadap Nabi saw, maka beliau tidak mengumbarnya, tetapi hanya diekspresikan melalui gaya bahasa yang berubah lain dari kebiasaan ketika sedang suka dan Nabi pun tanggap dengan cepat menangkap isyarat ketidaksukaan istrinya tersebut serta menyikapinya dengan penuh kesabaran dan introspeksi. Suatu hari Rasulullah saw mengatakan kepada istrinya, Aisyah ra, “saya sangat mengenal, jika kamu sedang suka padaku maupun jika kamu sedang jengkel.” Lalu Aisyah bertanya, “bagaimana engkau dapat mengetahuinya?” beliau menjawab, “jika kamu sedang suka, maka kamu menyatakan (dalam sumpah) ‘tidak, demi Rabb Muhammad’, namun jika kamu sedang jengkel, menyatakan, ‘tidak, demi Rabb Ibrahim’. (HR. Muslim).

Sikap demikian bukan merupakan kekurangan Aisyah, justru merupakan kelebihannya dalam mengelola emosi sehingga tidak melanggar norma kesopanan dan menggoyang keharmonisan keluarga. Sehingga Imam Muslim memasukkan hadits tersebut dalam judul ‘fadlu (keutamaan) Aisyah’ dari Bab Fadhail Shahabah.

Manajemen emosi di sini bukan berarti mematikan dan membekukan perasaan, tetapi justru kaum wanita harus dapat bersikap ekspresif, komunikatif dan proaktif, baik terhadap suami maupun keluarga. Dengan demikian, akan terbangun komunikasi sehat yang lancar tanpa ada sumbatan dan hambatan apapun. Inilah yang menyehatkan hubungan dalam rumah tangga. Sebagaimana aliran air dan tekanan udara yang terhambat, tersendat ataupun tersumbat akan beresiko mendatangkan malapetaka.

Di samping itu, dalam manajemen emosi diperlukan sikap arif kaum wanita untuk tidak memancing ego dan emosi suami untuk menggunakan kekerasan karena kejengkelan dan kebenciannya yang memuncak, sehingga dapat mematahkan tulang yang berlekuk tadi, atau memecahkan gelas kristal yang berdimensi tersebut. Artinya, bila tidak ingin dipatahkan atau dipecahkan, maka jangan menempatkan diri pada posisi menantang, melintang atau sembarangan sehingga mengundang perlakuan semena-mena atau kasar. Ibarat air maka sebenarnya yang dibutuhkan adalah alirannya dalam ketenangan dan kejernihannya sehingga dapat menghanyutkan perasaan pasangan dan mengalir ke satu arah dan bukan gemuruh riak yang memuakkan ataupun bukan ketenangan air yang menggenang yang membawa penyakit ataupun kotoran.

Pribadi yang shalihah adalah yang dapat mengelola emosi menjadi sebuah potensi yang membangun dan bukan merusak, merekatkan dan bukan meretakkan, mengokohkan dan bukan merobohkan serta mudah memberikan toleransi atau maaf pada orang lain. Sifat ini merupakan salah satu kunci kebahagiaan, kebaikan dan kelestarian rumah tangga. Allah berfirman: “dan orang-orang yang menahan amarah (emosi)nya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran:134)

Wallahu A’lam Wa Billahit Taufiq wal Hidayah.

Senin, 20 September 2010

Manajemen Emosi Wanita, Bagian 1

Diposkan oleh Bermanfaat Bagi Yang Lain di 11.41 . Jumat, 25 Juni 2010
Label: Keluarga

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo


Muslimah (indahparmalia.wordpress.com)dakwatuna.com – Allah berfirman: “Dan bergaullah bersama mereka (istri) dengan cara yang patut (diridhai oleh Allah). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa:19).

Bila para pakar merasa kewalahan dan kebingungan untuk secara cermat dan pasti memahami hakikat manusia, seperti ekspresi Dr. Alexis Karel melalui bukunya Man is The Unknown yang menggambarkan akhir pencariannya pada frustasi, keputus-asaan dan jalan buntu dalam memahami hakikat dan perilaku manusia, maka tentunya manusia sendiri akan lebih sulit lagi meraba kejiwaan wanita yang pada aktualisasi emosinya bagaikan gelas-gelas kristal yang memiliki banyak dimensi, segi dan sudut sebagai bagian estetikanya namun pada saat yang sama secara embodied ia bersifat rawan pecah (fragile) perlu perlakukan lembut dan sensitif yang dalam bahasa Arab kaum wanita sering diistilahkan sebagai al-jins al-lathif (jenis lembut) terutama menyangkut dinamika kejiwaan, relung-relung emosional dan lika-liku perasaannya.

Dalam kodrat wanita terutama yang menyangkut emosinya yang demikian itu sebagai kelebihan sekaligus dapat pula berpotensi menjadi kekurangannya kadang kaum wanita sendiri sering salah paham dan sulit memahami dirinya apalagi mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik. Padahal secara kodrati penamaan wanita sebagai terjemahan dari an-niswah dalam bahasa jawa merupakan kependekan dari wani ditata yang berarti berani ditata atau dikelola. Dengan demikian sebenarnya manusia itu sendiri sudah merasakan kodrat hidup dan apa yang dialaminya, sudah menangkap adanya sesuatu yang menjadi fitrah dan takdirnya sebagaimana Allah ungkapkan hal itu pada surat al-Qiyamah: 14. Namun secara empiris manusia lebih suka mencari jati dirinya di luar dirinya, lebih cenderung mencari faktor, oknum dan kambing hitam selain dirinya dengan menutup, menipu dan membodohi diri sendiri. Oleh karenanya Allah Sang Khalik mengingatkan umat manusia untuk melihat ke dalam, mengaca diri dan jujur pada diri sendiri sehingga dapat mengoptimalkan pengelolaan kekurangan dan kelebihannya tanpa dinodai upaya manipulasi dan distorsi. (QS. Adz-Dzariyat:21)

Ayat di atas sangat erat dan lekat dengan pasangan suami istri sebagai pesan pertama pernikahan. Ayat ini begitu agungnya melandasi ikatan perkawinan sehingga dicantumkan di halaman pertama buku nikah sebagai wasiat ilahi hubungan suami istri yang harus dilandasi kepada kesadaran tenggang rasa, ngrekso dan ngemong satu sama lain yang merupakan bahasa lain dari pengendalian perasaan dan manajemen emosi dalam rumah tangga.

Rasulullah bersabda:

“Terimalah wasiat tentang memperlakukan kaum wanita (istri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang melekuk. Dan sesuatu yang paling melekuk itu adalah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya secara paksa tanpa hati-hati, maka kalian akan mematahkannya. Sedang jika kalian membiarkannya, maka ia akan tetap melekuk. Oleh karena itu, terimalah wasiat memperlakukan wanita dengan baik.” (HR. Ahmad dan Al-Hafidz Al-Iraqi).

Pada riwayat lain dari hadits ini dijelaskan, bahwa sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk berlekuk. Jika kalian mencari kenikmatan darinya, maka kalian akan mendapatkannya. Sedangkan di dalam dirinya masih tetap ada sesuatu yang melekuk. Di mana jika kalian hendak meluruskannya, maka kalian akan mematahkannya. Patah di sini berarti perceraian. (HR. Muslim).

Syeikh Waliyullah Ad-Dahlawi dalam Hujjatullah al-Balighah (II/708) menjelaskan makna hadits di atas ialah: “terimalah wasiat dariku (rasulullah) dan gunakan untuk memahami wanita (isteri). Karena pada penciptaannya terdapat sesuatu yang ‘melekuk’. Sebagaimana lazimnya setiap sesuatu akan mewarisi sifat dasarnya. Jika seseorang ingin mengarungi bahtera rumah tangga bersama pasangannya, maka ia harus siap untuk mentolerir dan memaafkan perkara-perkara sepele yang terjadi dan menahan amarah karena sesuatu yang tidak disukainya.”

Dalam hal itu, Rasulullah saw tidak bermaksud memvonis bahwa wanita itu adalah makhluk yang berperangai buruk. Beliau hanya ingin menyampaikan fakta, fenomena dan realitas nyata agar kaum pria bersikap realistis dan siap berinteraksi, bergaul dengan mitra hidupnya dan bagi kaum wanita agar dapat mawas diri. Artinya, jika dalam diri istrinya didapati suatu letupan maupun ledakan emosi, serta menyaksikan ekspresi maupun luapan perasaan yang tidak berkenan di hatinya, maka ia akan menghadapinya dengan sabar dan bermurah hati, tanpa bersikap reaktif dan terpengaruh amarah sehingga menumbuhkan kebencian dan rasa muak, namun ia justru akan melihat sisi baik mitranya. Karena ia hanyalah seorang manusia yang mempunyai sisi baik dan sisi buruk sebagaimana dirinya. Karena itu, Rasulullah bersabda: “seorang mukmin hendaknya tidak membenci mukminat hanya karena satu perangai yang dianggap buruk. Sebab, jika ia membenci satu perangai, maka pastilah ada perangai lain yang akan ia sukai.”

Sejarah tidak pernah menjumpai dalam satu agama atau tradisi mana pun, suatu ajaran yang begitu care, apresiatif dan menghargai kodrat dan hak-hak wanita melebihi doktrin ajaran Islam. Adakah hikmah dibalik kehendak Allah menciptakan wanita dalam keadaan demikian? Memang, Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia (QS. Ali-Imran: 191) dan Dia mengamanahkan kepada kaum wanita tugas-tugas penting dan sensitif seperti hamil, menyusui dan mendidik anak. Untuk itu Allah saw mempercayakan kepada mereka sifat-sifat dan pemberian yang sesuai tugasnya, yang berbeda dari sifat kaum pria dan pembawaannya.

Dr. Frederick mengatakan bahwa kaum wanita mengalami proses stagnasi yang tidak hanya terjadi pada perubahan fisiknya saja, melainkan juga pada tabiat dan keadaan psikisnya. Karena seandainya ia tidak memiliki emosi dan sifat kemanjaan anak-anak, maka pastilah ia tidak mampu menjadi ibu yang baik. Ia bisa dipahami anak-anak karena perasaannya yang masih terdapat unsur kekanak-kanakan.

Menurutnya, ia akan tetap seperti anak-anak dalam kemanjaan dan emosinya, bahkan dalam perkembangannya wanita lebih banyak bersifat kekanak-kanakan. Kelembutan hatinya dan sensitivitas perasaannya cenderung semakin bertambah lebih cepat dibanding daya pikirnya. Praduga, perasaan dan emosinya lebih banyak dipakainya daripada rasionya. Karena ia terkondisikan untuk lebih banyak bersikap pasif daripada bersifat aktif dan lebih banyak menerima dengan sikap pasrah daripada bersikap menguasai. Ia secara kodrati tercipta untuk berada di tengah anak-anak dan suami. Demikianlah posisinya dalam keluarga, yaitu pada titik sentral, untuk menjaga keharmonisan anggota keluarga dengan segala kecenderungan masing-masing. (Hayatuna al Jinsiyah, hal. 70).

Jika suami mampu memahami, maka ia akan menerima kenyataan dan mendapat kesenangan dari istri dalam batas-batas fitrahnya. Tetapi, jika ia tidak mampu memahaminya, maka ia akan berusaha menjadikan istrinya berbuat sesuai dengan ego kelaki-lakiannya, dari segi berfikir, sehingga mungkin ia akan gagal. Mungkin saja ia akan menghancurkan keluarganya, tempat di mana ia menyandarkan hidupnya. Karena ia menuntut hal mustahil di luar kodratnya. Oleh karenanya, Nabi saw berusaha mengingatkan suami agar hendaknya mendampingi, membimbing, mendidik dan tidak menjatuhkan hukuman dan vonis kepada istrinya hanya karena memiliki suatu sifat yang jelek, sebab ia pun demikian.

Syeikh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Rakaiz al Iman Bayna al Aqlu wa al Qalbu, menegaskan bahwa Islam adalah agama yang agung, rahmatnya telah menyentuh kaum wanita dan melindunginya dari kesewenangan kaum pria. Ia telah memerdekakan perikemanusiaannya, baik jiwa maupun raga. Islam mengajarkan kepada pemeluknya mengenai posisi dan jati diri wanita untuk mengemban tugas dan fungsi keberadaannya. Oleh karena itu, mereka sebaiknya menjaga dan mengelola nilai-nilai kewanitaan yang ada pada diri mereka untuk menghadapi perlakuan yang dapat membuat mereka melepaskan eksistensi biologis dan psikologisnya.

Ketika fenomena dan realitas kewanitaan ini dipungkiri akan terjadi disharmoni dalam kehidupan keluarga dan masyarakat karena tidak mengindahkan sunnatullah. Oleh karena itu Rasulullah saw berpesan: “Sesungguhnya kaum wanita itu adalah saudara kaum pria, maka sayangilah mereka sebagaimana kalian menyayangi diri kalian sendiri.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Islam telah mengangkat harkat dan derajat kaum wanita serta menjadikan mereka sebagai saudara yang sejajar dengan kaum pria. Syariat Islam telah memelopori pengibaran bendera kesetaraan gender dengan menjadikan kaum wanita sebagai mitra suami dalam mengelola keluarga dan masyarakat.

Kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi wanita ini merupakan kunci pertalian cinta kasih pasangan suami istri yang menjadi jembatan menuju keluarga sakinah (QS.Ar-Rum:21). Dengan itu Allah menumbuhkan benih cinta di hati suami-istri sehingga dapat mendorong untuk menunaikan hak dan kewajiban masing-masing dalam bentuk yang paling sempurna tanpa ada perasaan tekanan dan kesan paksaan. Cinta suci tersebut merupakan perasaan tulus yang mendalam tanpa kedustaan dan kepura-puraan serta merasuki hidup sepanjang hayat. Nabi saw. pernah mengungkapkan kenangan cintanya pada Khadijah, “aku sungguh telah mendapatkan cinta sucinya.” (HR. Muslim).

Hal ini bukan berarti tumbuh secara tiba-tiba tanpa adanya upaya menanam dan merawat benih cinta, karena beliau memulai perkawinan dengan perasaan simpati yang netral. Namun benih cinta kasih pasangan suami istri yang shalih ini cepat tumbuh berkembang secara subur sebagai buah dari pergaulan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf), kesetiaan, akhlaq setia, saling memberi dan menerima dengan tenggang rasa yang tinggi. Bukankah doktrin ta’aruf dalam Islam adalah untuk menuju tawasahu bil haqqi dalam atmosfir toleransi dan kesabaran terhadap watak masing-masing. Dengan sikap demikian maka suami istri menikmati kehidupan bersama yang baik dan menyenangkan.

– bersambung…


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/gelas-gelas-kristal-manajemen-emosi-wanita-bagian-ke-1/

Jumat, 17 September 2010

Kiat Mengembalikan Produktivitas Kerja Yang Menurun

Angga Firmanza - wolipop

Jakarta - Jika penurunan produktifitas kerja hanya terjadi sementara, mungkin tidak berdampak begitu besar pada Anda. Namun ketika hal ini sudah berlarut-larut, maka karir Anda bisa terancam.

Bila Anda mengalami penurunan produktifitas kerja, Berikut beberapa tips yang bisa Anda mengembalikan produktivitas Anda di kantor.

Menggunakan Planner
Mengkoordinasi pekerjaan dengan baik dapat meningkatkan produktivitas kerja Anda. Hal ini sebenarnya sangat mudah yakni dengan merencanakan dan menulis semua yang Anda perlukan.

Caranya dengan mengatur jadwal untuk tiap tugas yang harus dikerjakan. Tulis semua tugas, janji, rapat atau konferensi sehingga Anda tidak melupakan hal penting yang harus diselesaikan.

Dengan mengatur segala hal dengan baik, maka Anda bisa melihat peningkatan produktifitas yang signifikan. Pekerjaan pun berjalan dengan sistematis dan teratur.

Managemen Waktu
Hal ini sangat penting bagi Anda untuk meningkatkan produktifitas. Dengan manajemen waktu yang baik, maka Anda telah meminimalisir waktu yang disia-siakan sehingga pekerjaan selesai lebih cepat.

Istirahat
Pada pekan-pekan yang melelahkan, sering kali seseorang melupakan istirahat. Padahal istirahat adalah komponen yang sangat penting dalam menentukan produktivitas seseorang.

Jika tubuh dan pikiran Anda lelah, maka pekerjaan yang Anda kerjakan akan terasa semakin berat. Oleh karena itu pastikan Anda mendapatkan istirahat yang cukup dalam sehari.

Tinggalkan sejenak ajakan teman untuk menunggu kemacetan selesai yang terkadang membuat Anda kebablasan dan akhirnya pulang larut. Lebih baik menghadapi macet dan sesampainya di rumah langsung beristirahat.

(af1/fer)

Tips Bekerja Yang Lebih Efisien & Berkualitas

Kiki Oktaviani - wolipop

Jakarta - Pekerjaan menumpuk karena malas, menunda atau jenuh mengerjakannya, belum lagi jadwal meeting yang padat. Pastinya Anda merasa seperti tak punya waktu untuk mengerjakan semua pekerjaan.

Namun, sampai kapan Anda akan keteteran dalam masalah pekerjaan? Pastinya Anda ingin tetap bisa party bersama teman kala weekend atau dinner bersama pasangan tanpa harus melembur.

Berikut tips agar bekerja lebih berkualitas dan efisien:

Membuat jadwal tertulis
Tulis semua aktivitas yang akan dikerjakan selama seminggu. Jadwal meeting, mengirim e-mail ke klien, deadline paper dan hal-hal lainnya yang menurut Anda penting. Beri tanda untuk jadwal yang paling amat sangat penting menurut Anda. Dengan begitu Anda mengetahui apa yang harus Anda kerjakan terlebih dahulu.

Hindari Kegiatan Internet
Browsing, chatting, facebook menjadi racun untuk Anda. Meski mengasyikan, bermain internet akan menyita waktu Anda tanpa disadari. Agar pekerjaan tidak terbengkalai, sebaiknya melakukan kegiatan ini pada jam istirahat atau setelah jam kantor usai. Dengan begitu seluruh pekerjaan akan lebih cepat kelar.

Berani menolak tugas tambahan
Setiap orang memiliki batasan sendiri dalam pekerjaan, bila atasan memberi tugas ekstra yang bukan job desc Anda, beranikanlah diri untuk mengatakan tidak dengan penolakan yang halus dan sopan.

Jangan ragu untuk memberitahu bos akan prioritas tugas yang telah diketahui bersama. Jika tidak berani mengungkapkannya dan meng-iyakan semua tugas menjadi tanggung jawab Anda, atasan akan berpikir Anda mampu untuk mengerjakannya padahal dalam hati Anda sangat kesal dan kelelahan dengan tugas-tugas yang menumpuk.

Mengatur jadwal meeting
Meeting lebih baik dilakukan pada pagi maupun siang hari. Jika meeting dilakukan pada sore hari yang sering terjadi peserta meeting akan telat dan lagi-lagi Anda kan pulang malam. Tak hanya itu, meeting yang dilakukan terlalu sore kurang efektif karena pikiran sudah tidak fresh. Jangan ragu untuk memberi ide untuk mengatur ulang waktu meeting.
(kik/fer)

Membangun Disiplin Diri

Disiplin diri (self discipline) adalah suatu kondisi ketika perilaku seseorang dikendalikan secara cermat oleh orang itu sendiri, berdasarkan tata nilai yang ditetapkannya sendiri. Dalam prakteknya, disiplin diri berkaitan dengan tiga hal yang berprosesi secara berurutan. Ketiga hal tersebut adalah, sebagai berikut: (1) pengetahuan (knowledge), (2) pengendalian (control), dan (3) pengendalian diri (self control).


Agar mampu mengendalikan diri, maka seseorang harus faham tentang konsepsi pengendalian. Selanjutnya, agar faham konsepsi pengendalian, maka seseorang harus memiliki pengetahuan tentang pengendalian. Akhirnya, agar memiliki pengetahuan tentang pengendalian, maka seseorang harus bersedia belajar (learning) tentang konsepsi dan pelaksanaan pengendalian, termasuk pengendalian diri.


Agar dapat belajar tentang konsepsi dan pelaksanaan pengendalian, maka dibutuhkan kesediaan seseorang untuk: Pertama, bersungguh-sungguh menggapai keahlian atau keilmuan yang berkaitan dengan konsepsi dan praktek pengendalian. Kedua, bersungguh-sungguh mengingat berbagai hal yang berkaitan dengan konsepsi dan praktek pengendalian. Ketiga, bersungguh-sungguh memahami berbagai hal yang berkaitan dengan konsepsi dan praktek pengendalian. Keempat, bersungguh-sungguh dalam melaksanakan berbagai hal yang berkaitan dengan pengendalian diri, sebagai bagian dari pelaksanaan kebajikan.


Berbekal pengetahuan, seseorang memiliki informasi dan pemahaman tentang sesuatu di dalam pikirannya. Informasi tersebut antara lain berupa tata nilai dan cara-cara berbuat kebajikan, yang menjadi target pencapaian hidupnya. Kebajikan yang ingin dicapainya meliputi segala aktivitas yang mendapat posisi mulia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, dan bermanfaat optimal bagi alam semesta (termasuk segenap manusia dan lingkungannya).


Informasi dan pemahaman yang dimiliki seseorang juga meliputi tentang pentingnya pengendalian. Berbekal pengendalian, seseorang menggunakan kekuatan yang ada pada dirinya atau organisasinya, untuk mengarahkan segenap aktivitasnya agar tetap berada pada jalur pencapaian tujuan. Kebajikan inilah yang menjadi salah satu pencapaian yang ingin diperoleh seseorang melalui pengendalian.


Orang tersebut selanjutnya sadar, bahwa pengendalian yang dibutuhkannya bukanlah pengendalian yang bersifat umum, melainkan pengendalian yang lebih terpusat pada dirinya. Ia harus mengendalikan dirinya sendiri, agar segenap aktivitas dirinya terkendali dengan berada pada jalur pencapaian tujuan. Hal ini terwujud, ketika ia berhasil melakukan kebajikan sebagai bagian dari pencapaian utamanya.


Dengan demikian dalam rangka membangun disiplin diri, maka seseorang harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang kebajikan dan konsepsi pengendalian, serta bersedia melakukan pengendalian diri. Oleh karena itu, seseorang yang sedang membangun diri harus:


Pertama, berupaya agar dirinya mampu menangkap hikmah dari setiap kejadian, baik yang dialaminya maupun yang diketahuinya. Kedua, berupaya agar dirinya mampu mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, dan orang-orang yang berinteraksi dengan dirinya. Ketiga, berupaya agar dirinya mampu melaksanakan kebajikan. Keempat, bersedia mempraktekkan hal-hal yang telah dicontohkan oleh tokoh-tokoh yang secara nyata mempraktekkan kebajikan dalam hidupnya.
Diposkan oleh SOCIO - MOTIVATION di 20.42
Label: disiplin, hikmah, kebajikan., kejadian, pengendalian, pengetahuan, tokoh., Tuhan

Selasa, 07 September 2010

Panduan Ringkas Silaturahim, Halal Bi Halal, Dan Ziarah

Fiqih Ahkam
7/9/2010 | 28 Ramadhan 1431 H | Hits: 265
Oleh: Iman Santoso, Lc

Silaturahim

dakwatuna.com – Silaturahim adalah upaya seorang muslim untuk menyambung tali kerabat dengan cara memberikan kebaikan kepada kerabat dan menolak keburukannya dengan segala potensi yang dimilikinya seperti, berkunjung ke rumahnya, menolong kesulitannya, membantu dengan harta dan tenaga, mendoakan, menolak keburukan padanya dll. Hal ini dilakukan dengan syarat bahwa saudaranya seorang muslim yang istiqamah. Adapun jika saudaranya seorang kafir atau fasik maka silaturahim yang dilakukan dengan cara memberi nasihat agar kembali kepada kebenaran dan mendoakannya agar mendapat hidayah.

Adapun ziarah terdiri dari dua macam, ziarah kepada kaum muslimin yang masih hidup dan ziarah kubur orang Islam. Kedua ziarah tersebut dianjurkan dalam Islam. Namun ziarah yang terkait saat ‘Idul Fithri adalah ziarah kepada kaum muslimin yang masih hidup baik memiliki hubungan kerabat atau tidak. Sedangkan ziarah kubur pada saat ‘Idul Fithri kurang relevan dan kurang sesuai dengan waktu. Karena hari raya adalah saat kaum muslimin bergembira dan bersenang-senang sedangkan ziarah kubur tujuannya mengingat kematian.

Silaturahim dan ziarah merupakan akhlaq Islam yang mulia. Rasulullah SAW senantiasa melakukannya dan memberi contoh yang terbaik pada umatnya. Bahkan silaturahim dan ziarah memiliki hubungan yang erat dengan keimanan. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya menyambung tali kerabat. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya berkata baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim)

” Barangsiapa yang ingin dimudahkan rezkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya menyambung tali kerabat.” (HR. Muttafaqun ‘alaihi)

” Barangsiapa yang menengok orang sakit atau menziarahi saudaranya karena Allah Ta’ala, maka datanglah penyeru yang menyerukan; engkau baik, dan langkahmu juga baik dan engkau akan masuk surga sebagai tempat tinggal.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dari Abi Hurairah RA, dari Nabi SAW bersabda: Hak muslim atas muslim ada lima; membalas salam, menengok yang sakit, mengantar jenazah, menyambut undangan, membalas yang bersin”. Dalam riwayat Muslim:” Hak muslim atas muslim ada enam:” Jika engkau menjumpainya maka ucapkan salam, jika mengundang maka sambutlah, jika minta nasihat maka nasihatilah, jika bersin dan mengucap hamdalah maka jawablah, jika sakit maka tengoklah dan jika meninggal maka antarkan jenazahnya”

Halal Bi Halal

Dalam tradisi umat Islam di Indonesia ada istilah yang disebut halal bi halal, dan biasanya dilakukan terkait dengan hari raya Iedul Fithri. Menjelang ‘Idul Fithri umat Islam banyak yang pulang ke kampung halaman untuk bertemu sanak saudara dan teman-temannya. Di sana mereka melakukan halal bi halal. Halal bi Halal juga biasa dilakukan dalam suatu acara pertemuan yang menghadirkan keluarga besar, tetangga, sahabat dan handai tolan. Tradisi lain yang berkembang di masyarakat adalah reuni antar almamater sekolah, kampus dll. Tradisi ini dapat masuk pada bentuk silaturahim dan ziarah yang dianjurkan Islam jika sesuai dengan adab-adab silaturahim dan ziarah.

Adab-Adab Silaturahim Dan Ziarah

1. Memperhatikan hari dan jam yang baik untuk silaturahim dan ziarah.

2. Dianjurkan membawa hadiah atau sesuatu yang bermanfaat baik berupa materi maupun non materi.

3. Jika dimungkinkan, memberi tahu terlebih dahulu.

4. Ziarah sangat dianjurkan bagi saudara dan temannya yang sakit atau terkena musibah.

5. Orang yang lebih muda sebaiknya mendatangi yang lebih tua, begitu juga seorang muslim mendatangi yang lebih alim dan bertaqwa.

6. Dianjurkan saling memberi nasihat dan wasiat kebaikan, jika dilakukan dalam suatu acara resmi maka sebaiknya mengundang dai atau muballigh untuk memberi ceramah agama.

7. Tidak boleh mengatakan dan melakukan sesuatu yang tidak disukai dan harus menjauhkan diri dari ghibah dan dusta.

8. Memakai pakaian yang rapi, bersih dan baik. Bagi laki-laki dianjurkan memakai wangi-wangian.

9. Menjauhi pemborosan dalam makan, minum dan lainnya.

10. Menjauhi kemaksiatan, seperti; lalai dalam mengerjakan shalat, bercampur baur antara lelaki dan perempuan dan berjabat tangan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya, menyuguhkan lagu-lagu dan musik yang kotor dan tidak islami, tidak menutup aurat dll.

11. Dianjurkan berjabat tangan (lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan), mengucapkan salam pada saat pertemuan dan perpisahan dan saling mendoakan.

Panduan Ringkas Takbiran ‘Idul Fitri

Fiqih Ahkam
5/9/2010 | 26 Ramadhan 1431 H | Hits: 1.700
Oleh: Iman Santoso, Lc


dakwatuna.com – Takbiran pada ‘Idul Fitri merupakan taqarrub kepada Allah SWT yang sangat dianjurkan, sebagai rasa syukur atas nikmat dan petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS al-Baqarah: 185)

”Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS Al-Baqarah: 203)

Takbiran merupakan syiar Islam yang harus dipelihara dan diagungkan. Firman Allah:

”Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS al-Hajj: 32).

Adab Takbiran

Karena takbiran merupakan taqarrub pada Allah SWT, maka harus dilakukan dengan memperhatikan adab-adab berikut:

1. Ikhlas

2. Khidmat

3. Menjauhi Maksiat

4. Tidak Hura-Hura

Lafazh Takbiran

Riwayat Abdur Razzak dari Salman dengan sanadnya yang shahih, berkata: “bertakbirlah:

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا

Dari Umar dan Ibnu Mas’ud :

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهٌ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Menurut mazhab Maliki dan Syafi’i: Allahu akbar 3x

Lafazh Takbir boleh ditambah dengan lafazh lain.

Waktu Takbiran

Menurut pendapat yang kuat dari Jumhur Ulama takbiran ‘Idul Fitri dapat dimulai ketika hendak pergi menuju shalat ‘Idul Fitri sampai imam mulai khutbah. Tetapi pendapat lain membolehkan dari mulai terbenam matahari sampai imam mulai khutbah.

Panduan Ringkas Zakat Fitrah

Fiqih Ahkam
3/9/2010 | 24 Ramadhan 1431 H | Hits: 2.321
Oleh: Iman Santoso, Lc

Definisi

dakwatuna.com – Zakat Fitrah adalah zakat yang disyariatkan dengan berakhirnya bulan Ramadhan sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori shaum, dan santunan yang mencukupi fakir-miskin di hari raya Fithri.

Landasan Hukum

Hadits Rasulullah SAW:

“Dari Ibnu Umar RA berkata: “Rasulullah saw . mewajibkan zakat fitrah, satu sha kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari umat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk shalat (‘iid)” (Mutafuqun alaihi).

Hukum Zakat Fitrah

Zakat Fitrah disyariatkan seiring dengan disyariatkannya shaum Ramadhan pada tahun kedua hijriyah. Status hukumnya sama, yaitu wajib. Adapun yang dikenai kewajiban adalah setiap muslim/muslimah, baik kaya maupun miskin, akil baligh maupun tidak, jika yang bersangkutan masih hidup walaupun sesaat pada malam hari raya Fithri, dan jika mempunyai kelebihan dari kebutuhan primernya untuk sehari semalam ‘Iedul Fithri.

Hikmah Zakat Fitrah

Termasuk kebutuhan primer adalah makan, pengobatan yang sakit, kiswatul ‘Iid (pakaian hari raya) jika memang perlu ganti pakaian, juga untuk membayar utang yang tidak dapat ditangguhkan lagi. Bagi yang mempunyai tanggungan wajib mengeluarkan zakat Fithrah bagi orang yang di bawah tanggungannya, kecuali orang yang di bawah tanggungannya mampu untuk mengeluarkan sendiri, maka status hukumnya menjadi anjuran.

Ketentuan Zakat Fitrah

1. Besar sha’ menurut ukuran sekarang adalah 2176 gram (2,2 Kg). Boleh dan dipandang baik (mustahab) memberi tambahan dari kadar tersebut, jika dimaksudkan untuk kehati-hatian (ikhtiyat) mengenai equivalent sha’ dengan kilogram dan menunjang santunan kepada fakir miskin agar lebih mencukupi dan efektif.

2. Boleh mengeluarkan zakat Fithrah dengan uang jika lebih bernilai guna bagi fakir miskin penerimanya, terlepas apakah lebih memudahkan bagi pihak pembayar zakat atau tidak. Sebagaimana difatwakan oleh para ulama mazhab Hanafi dan ulama modern, juga diriwayatkan dari Hasan Al Bashri dan Umar bin Abdul Aziz.

3. Untuk kembali ke ashalah dan khuruj ‘anil khilaf (keluar dari khilaf) sangat ditekankan mengeluarkan zakat Fithrah dalam bentuk qut (bahan makanan pokok, beras) dan sedapat mungkin dengan kualitas yang terbaik.

4. Masharif (yang berhak menerima) Zakat Fitrah, adalah delapan golongan sesuai dengan surat at-Taubah 60. Namun demikian lebih diutamakan atau diprioritaskan untuk fakir miskin, supaya mereka dapat merasakan kegembiraan di hari raya.

5. Sebaiknya zakatul Fithrah sudah dikeluarkan/ dikumpulkan dua hari sebelum hari raya, sebagaimana yang dilakukan sebagian sahabat, di antaranya Ibnu Umar RA. Hal ini jelas akan menunjang realisasi ‘Ighnaul masakin’ (memberikan kecukupan kepada kaum miskin) pada hari ‘Iedhul Fithri dan melancarkan penanganannya.

6. Boleh mengeluarkan zakat dita’jil (dipercepat) sejak awal-awal Ramadhan, dan masih boleh/ sah mengeluarkannya ba’da subuh hari raya tapi sebelum usai shalat ‘Ied. Jika sesudahnya, maka kedudukannya bergeser dari Zakat Fithrah yang fardhu menjadi shadaqah sunnah. Ha ini berdasarkan hadits sbb:

“Barangsiapa yang membayarnya sebelum shalat maka itu adalah zakat yang sah, dan barangsiapa membayarnya setelah shalat maka itu adalah sedekah sunnah.” (HR Ibnu Majah)

(hdn)