Fiqih Ahkam
7/9/2010 | 28 Ramadhan 1431 H | Hits: 265
Oleh: Iman Santoso, Lc
Silaturahim
dakwatuna.com – Silaturahim adalah upaya seorang muslim untuk menyambung tali kerabat dengan cara memberikan kebaikan kepada kerabat dan menolak keburukannya dengan segala potensi yang dimilikinya seperti, berkunjung ke rumahnya, menolong kesulitannya, membantu dengan harta dan tenaga, mendoakan, menolak keburukan padanya dll. Hal ini dilakukan dengan syarat bahwa saudaranya seorang muslim yang istiqamah. Adapun jika saudaranya seorang kafir atau fasik maka silaturahim yang dilakukan dengan cara memberi nasihat agar kembali kepada kebenaran dan mendoakannya agar mendapat hidayah.
Adapun ziarah terdiri dari dua macam, ziarah kepada kaum muslimin yang masih hidup dan ziarah kubur orang Islam. Kedua ziarah tersebut dianjurkan dalam Islam. Namun ziarah yang terkait saat ‘Idul Fithri adalah ziarah kepada kaum muslimin yang masih hidup baik memiliki hubungan kerabat atau tidak. Sedangkan ziarah kubur pada saat ‘Idul Fithri kurang relevan dan kurang sesuai dengan waktu. Karena hari raya adalah saat kaum muslimin bergembira dan bersenang-senang sedangkan ziarah kubur tujuannya mengingat kematian.
Silaturahim dan ziarah merupakan akhlaq Islam yang mulia. Rasulullah SAW senantiasa melakukannya dan memberi contoh yang terbaik pada umatnya. Bahkan silaturahim dan ziarah memiliki hubungan yang erat dengan keimanan. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya menyambung tali kerabat. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya berkata baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim)
” Barangsiapa yang ingin dimudahkan rezkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya menyambung tali kerabat.” (HR. Muttafaqun ‘alaihi)
” Barangsiapa yang menengok orang sakit atau menziarahi saudaranya karena Allah Ta’ala, maka datanglah penyeru yang menyerukan; engkau baik, dan langkahmu juga baik dan engkau akan masuk surga sebagai tempat tinggal.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari Abi Hurairah RA, dari Nabi SAW bersabda: Hak muslim atas muslim ada lima; membalas salam, menengok yang sakit, mengantar jenazah, menyambut undangan, membalas yang bersin”. Dalam riwayat Muslim:” Hak muslim atas muslim ada enam:” Jika engkau menjumpainya maka ucapkan salam, jika mengundang maka sambutlah, jika minta nasihat maka nasihatilah, jika bersin dan mengucap hamdalah maka jawablah, jika sakit maka tengoklah dan jika meninggal maka antarkan jenazahnya”
Halal Bi Halal
Dalam tradisi umat Islam di Indonesia ada istilah yang disebut halal bi halal, dan biasanya dilakukan terkait dengan hari raya Iedul Fithri. Menjelang ‘Idul Fithri umat Islam banyak yang pulang ke kampung halaman untuk bertemu sanak saudara dan teman-temannya. Di sana mereka melakukan halal bi halal. Halal bi Halal juga biasa dilakukan dalam suatu acara pertemuan yang menghadirkan keluarga besar, tetangga, sahabat dan handai tolan. Tradisi lain yang berkembang di masyarakat adalah reuni antar almamater sekolah, kampus dll. Tradisi ini dapat masuk pada bentuk silaturahim dan ziarah yang dianjurkan Islam jika sesuai dengan adab-adab silaturahim dan ziarah.
Adab-Adab Silaturahim Dan Ziarah
1. Memperhatikan hari dan jam yang baik untuk silaturahim dan ziarah.
2. Dianjurkan membawa hadiah atau sesuatu yang bermanfaat baik berupa materi maupun non materi.
3. Jika dimungkinkan, memberi tahu terlebih dahulu.
4. Ziarah sangat dianjurkan bagi saudara dan temannya yang sakit atau terkena musibah.
5. Orang yang lebih muda sebaiknya mendatangi yang lebih tua, begitu juga seorang muslim mendatangi yang lebih alim dan bertaqwa.
6. Dianjurkan saling memberi nasihat dan wasiat kebaikan, jika dilakukan dalam suatu acara resmi maka sebaiknya mengundang dai atau muballigh untuk memberi ceramah agama.
7. Tidak boleh mengatakan dan melakukan sesuatu yang tidak disukai dan harus menjauhkan diri dari ghibah dan dusta.
8. Memakai pakaian yang rapi, bersih dan baik. Bagi laki-laki dianjurkan memakai wangi-wangian.
9. Menjauhi pemborosan dalam makan, minum dan lainnya.
10. Menjauhi kemaksiatan, seperti; lalai dalam mengerjakan shalat, bercampur baur antara lelaki dan perempuan dan berjabat tangan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya, menyuguhkan lagu-lagu dan musik yang kotor dan tidak islami, tidak menutup aurat dll.
11. Dianjurkan berjabat tangan (lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan), mengucapkan salam pada saat pertemuan dan perpisahan dan saling mendoakan.
Seiring dengan perkembangan teknologi, perpustakaan tidak hanya bisa dikunjungi secara fisik dengan mengunjungi gedung perpustakaan yang kemudian meminjam buku secara manual, tapi kini dapat dijelajahi di dunia maya dengan mengunjungi perpustakaan secara online di internet. Begitu juga kita bisa baca buku tanpa harus membeli atau meminjam buku ke perpustakaan, cukup meng klik judul buku (e_book), dalam hitungan menit bisa diperoleh berbagai informasi di penjuru dunia
PRESS RELEASE
Melalui blog ini kami ingin berbagi informasi dan pengetahuan, dengan menyediakan e_book, artikel-artikel, daftar pustaka dari koleksi perpustakaan yang kami kelola. Perpustakaan ini juga menyediakan bahan bacaan untuk masyarakat sekitar dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kreativitas dan minat baca masyarakat. Melalui perpustakaan online ini kami juga berharap partisipasi anda dengan mengirimkan e_book, resensi buku, artikel karya sendiri atau saduran serta membantu pengadaan buku untuk melengkapi koleksi perpustakaan dengan mengikuti program AYO SUMBANG/TITIP BUKU
Selasa, 07 September 2010
Panduan Ringkas Takbiran ‘Idul Fitri
Fiqih Ahkam
5/9/2010 | 26 Ramadhan 1431 H | Hits: 1.700
Oleh: Iman Santoso, Lc
dakwatuna.com – Takbiran pada ‘Idul Fitri merupakan taqarrub kepada Allah SWT yang sangat dianjurkan, sebagai rasa syukur atas nikmat dan petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS al-Baqarah: 185)
”Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS Al-Baqarah: 203)
Takbiran merupakan syiar Islam yang harus dipelihara dan diagungkan. Firman Allah:
”Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS al-Hajj: 32).
Adab Takbiran
Karena takbiran merupakan taqarrub pada Allah SWT, maka harus dilakukan dengan memperhatikan adab-adab berikut:
1. Ikhlas
2. Khidmat
3. Menjauhi Maksiat
4. Tidak Hura-Hura
Lafazh Takbiran
Riwayat Abdur Razzak dari Salman dengan sanadnya yang shahih, berkata: “bertakbirlah:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Dari Umar dan Ibnu Mas’ud :
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهٌ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Menurut mazhab Maliki dan Syafi’i: Allahu akbar 3x
Lafazh Takbir boleh ditambah dengan lafazh lain.
Waktu Takbiran
Menurut pendapat yang kuat dari Jumhur Ulama takbiran ‘Idul Fitri dapat dimulai ketika hendak pergi menuju shalat ‘Idul Fitri sampai imam mulai khutbah. Tetapi pendapat lain membolehkan dari mulai terbenam matahari sampai imam mulai khutbah.
5/9/2010 | 26 Ramadhan 1431 H | Hits: 1.700
Oleh: Iman Santoso, Lc
dakwatuna.com – Takbiran pada ‘Idul Fitri merupakan taqarrub kepada Allah SWT yang sangat dianjurkan, sebagai rasa syukur atas nikmat dan petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS al-Baqarah: 185)
”Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS Al-Baqarah: 203)
Takbiran merupakan syiar Islam yang harus dipelihara dan diagungkan. Firman Allah:
”Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS al-Hajj: 32).
Adab Takbiran
Karena takbiran merupakan taqarrub pada Allah SWT, maka harus dilakukan dengan memperhatikan adab-adab berikut:
1. Ikhlas
2. Khidmat
3. Menjauhi Maksiat
4. Tidak Hura-Hura
Lafazh Takbiran
Riwayat Abdur Razzak dari Salman dengan sanadnya yang shahih, berkata: “bertakbirlah:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Dari Umar dan Ibnu Mas’ud :
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهٌ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Menurut mazhab Maliki dan Syafi’i: Allahu akbar 3x
Lafazh Takbir boleh ditambah dengan lafazh lain.
Waktu Takbiran
Menurut pendapat yang kuat dari Jumhur Ulama takbiran ‘Idul Fitri dapat dimulai ketika hendak pergi menuju shalat ‘Idul Fitri sampai imam mulai khutbah. Tetapi pendapat lain membolehkan dari mulai terbenam matahari sampai imam mulai khutbah.
Panduan Ringkas Zakat Fitrah
Fiqih Ahkam
3/9/2010 | 24 Ramadhan 1431 H | Hits: 2.321
Oleh: Iman Santoso, Lc
Definisi
dakwatuna.com – Zakat Fitrah adalah zakat yang disyariatkan dengan berakhirnya bulan Ramadhan sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori shaum, dan santunan yang mencukupi fakir-miskin di hari raya Fithri.
Landasan Hukum
Hadits Rasulullah SAW:
“Dari Ibnu Umar RA berkata: “Rasulullah saw . mewajibkan zakat fitrah, satu sha kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari umat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk shalat (‘iid)” (Mutafuqun alaihi).
Hukum Zakat Fitrah
Zakat Fitrah disyariatkan seiring dengan disyariatkannya shaum Ramadhan pada tahun kedua hijriyah. Status hukumnya sama, yaitu wajib. Adapun yang dikenai kewajiban adalah setiap muslim/muslimah, baik kaya maupun miskin, akil baligh maupun tidak, jika yang bersangkutan masih hidup walaupun sesaat pada malam hari raya Fithri, dan jika mempunyai kelebihan dari kebutuhan primernya untuk sehari semalam ‘Iedul Fithri.
Hikmah Zakat Fitrah
Termasuk kebutuhan primer adalah makan, pengobatan yang sakit, kiswatul ‘Iid (pakaian hari raya) jika memang perlu ganti pakaian, juga untuk membayar utang yang tidak dapat ditangguhkan lagi. Bagi yang mempunyai tanggungan wajib mengeluarkan zakat Fithrah bagi orang yang di bawah tanggungannya, kecuali orang yang di bawah tanggungannya mampu untuk mengeluarkan sendiri, maka status hukumnya menjadi anjuran.
Ketentuan Zakat Fitrah
1. Besar sha’ menurut ukuran sekarang adalah 2176 gram (2,2 Kg). Boleh dan dipandang baik (mustahab) memberi tambahan dari kadar tersebut, jika dimaksudkan untuk kehati-hatian (ikhtiyat) mengenai equivalent sha’ dengan kilogram dan menunjang santunan kepada fakir miskin agar lebih mencukupi dan efektif.
2. Boleh mengeluarkan zakat Fithrah dengan uang jika lebih bernilai guna bagi fakir miskin penerimanya, terlepas apakah lebih memudahkan bagi pihak pembayar zakat atau tidak. Sebagaimana difatwakan oleh para ulama mazhab Hanafi dan ulama modern, juga diriwayatkan dari Hasan Al Bashri dan Umar bin Abdul Aziz.
3. Untuk kembali ke ashalah dan khuruj ‘anil khilaf (keluar dari khilaf) sangat ditekankan mengeluarkan zakat Fithrah dalam bentuk qut (bahan makanan pokok, beras) dan sedapat mungkin dengan kualitas yang terbaik.
4. Masharif (yang berhak menerima) Zakat Fitrah, adalah delapan golongan sesuai dengan surat at-Taubah 60. Namun demikian lebih diutamakan atau diprioritaskan untuk fakir miskin, supaya mereka dapat merasakan kegembiraan di hari raya.
5. Sebaiknya zakatul Fithrah sudah dikeluarkan/ dikumpulkan dua hari sebelum hari raya, sebagaimana yang dilakukan sebagian sahabat, di antaranya Ibnu Umar RA. Hal ini jelas akan menunjang realisasi ‘Ighnaul masakin’ (memberikan kecukupan kepada kaum miskin) pada hari ‘Iedhul Fithri dan melancarkan penanganannya.
6. Boleh mengeluarkan zakat dita’jil (dipercepat) sejak awal-awal Ramadhan, dan masih boleh/ sah mengeluarkannya ba’da subuh hari raya tapi sebelum usai shalat ‘Ied. Jika sesudahnya, maka kedudukannya bergeser dari Zakat Fithrah yang fardhu menjadi shadaqah sunnah. Ha ini berdasarkan hadits sbb:
“Barangsiapa yang membayarnya sebelum shalat maka itu adalah zakat yang sah, dan barangsiapa membayarnya setelah shalat maka itu adalah sedekah sunnah.” (HR Ibnu Majah)
(hdn)
3/9/2010 | 24 Ramadhan 1431 H | Hits: 2.321
Oleh: Iman Santoso, Lc
Definisi
dakwatuna.com – Zakat Fitrah adalah zakat yang disyariatkan dengan berakhirnya bulan Ramadhan sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori shaum, dan santunan yang mencukupi fakir-miskin di hari raya Fithri.
Landasan Hukum
Hadits Rasulullah SAW:
“Dari Ibnu Umar RA berkata: “Rasulullah saw . mewajibkan zakat fitrah, satu sha kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari umat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk shalat (‘iid)” (Mutafuqun alaihi).
Hukum Zakat Fitrah
Zakat Fitrah disyariatkan seiring dengan disyariatkannya shaum Ramadhan pada tahun kedua hijriyah. Status hukumnya sama, yaitu wajib. Adapun yang dikenai kewajiban adalah setiap muslim/muslimah, baik kaya maupun miskin, akil baligh maupun tidak, jika yang bersangkutan masih hidup walaupun sesaat pada malam hari raya Fithri, dan jika mempunyai kelebihan dari kebutuhan primernya untuk sehari semalam ‘Iedul Fithri.
Hikmah Zakat Fitrah
Termasuk kebutuhan primer adalah makan, pengobatan yang sakit, kiswatul ‘Iid (pakaian hari raya) jika memang perlu ganti pakaian, juga untuk membayar utang yang tidak dapat ditangguhkan lagi. Bagi yang mempunyai tanggungan wajib mengeluarkan zakat Fithrah bagi orang yang di bawah tanggungannya, kecuali orang yang di bawah tanggungannya mampu untuk mengeluarkan sendiri, maka status hukumnya menjadi anjuran.
Ketentuan Zakat Fitrah
1. Besar sha’ menurut ukuran sekarang adalah 2176 gram (2,2 Kg). Boleh dan dipandang baik (mustahab) memberi tambahan dari kadar tersebut, jika dimaksudkan untuk kehati-hatian (ikhtiyat) mengenai equivalent sha’ dengan kilogram dan menunjang santunan kepada fakir miskin agar lebih mencukupi dan efektif.
2. Boleh mengeluarkan zakat Fithrah dengan uang jika lebih bernilai guna bagi fakir miskin penerimanya, terlepas apakah lebih memudahkan bagi pihak pembayar zakat atau tidak. Sebagaimana difatwakan oleh para ulama mazhab Hanafi dan ulama modern, juga diriwayatkan dari Hasan Al Bashri dan Umar bin Abdul Aziz.
3. Untuk kembali ke ashalah dan khuruj ‘anil khilaf (keluar dari khilaf) sangat ditekankan mengeluarkan zakat Fithrah dalam bentuk qut (bahan makanan pokok, beras) dan sedapat mungkin dengan kualitas yang terbaik.
4. Masharif (yang berhak menerima) Zakat Fitrah, adalah delapan golongan sesuai dengan surat at-Taubah 60. Namun demikian lebih diutamakan atau diprioritaskan untuk fakir miskin, supaya mereka dapat merasakan kegembiraan di hari raya.
5. Sebaiknya zakatul Fithrah sudah dikeluarkan/ dikumpulkan dua hari sebelum hari raya, sebagaimana yang dilakukan sebagian sahabat, di antaranya Ibnu Umar RA. Hal ini jelas akan menunjang realisasi ‘Ighnaul masakin’ (memberikan kecukupan kepada kaum miskin) pada hari ‘Iedhul Fithri dan melancarkan penanganannya.
6. Boleh mengeluarkan zakat dita’jil (dipercepat) sejak awal-awal Ramadhan, dan masih boleh/ sah mengeluarkannya ba’da subuh hari raya tapi sebelum usai shalat ‘Ied. Jika sesudahnya, maka kedudukannya bergeser dari Zakat Fithrah yang fardhu menjadi shadaqah sunnah. Ha ini berdasarkan hadits sbb:
“Barangsiapa yang membayarnya sebelum shalat maka itu adalah zakat yang sah, dan barangsiapa membayarnya setelah shalat maka itu adalah sedekah sunnah.” (HR Ibnu Majah)
(hdn)
Langganan:
Postingan (Atom)